Senin, 09 Agustus 2010

Apa Jadinya Jika Teroris Menjadi Pemerintah Indonesia?

Boleh kah aku tetap tinggal di negara ini? Sedangkan Indonesia juga negara ku… penyataan itu yang menjadi salah satu renungan penulis ketika penulis melihat berita penangkapan teroris di Bandung lusa lalu terjadi. Mengapa terorisme tetap ada di negara kita? Mungkin jawaban yang ada dipikiran penulis adalah jawaban klasik, yaitu “ketimpangan sosial di negara kita”. Namun dari pertanyaan tersebut terbersit sebuah pertanyaan nakal baru, negara seperti apa yang mereka inginkan? Dan dari sanalah berbagai kerancuan membeludak di dalam pikiran penulis yang tidak tahu apa-apa ini.

Sebuah sistem negara memang membutuhkan ideologi. Layaknya Indonesia yang katanya memiliki pancasila sebagai ideologi tunggal, para orang-orang yang mengatas namakan dirinya pejuang pemurni ideologi memilih untuk menggunakan ideologi Islam dalam perjuangannya. Perbedaan paham ini yang pada akhirnya memunculkan konsep terorisme ala perang agama, perang identitas, dan perang-perang lainnya. Mari kita bayangkan ketika orang-orang yang saat ini kita anggap sebagai teroris berhasil menduduki Indonesia. Bagaimana bentuk sistem negara Indonesia ala mereka? Karena Ideologi saja tidaklah cukup untuk menjalankan negara ini secara sepenuhnya. Ada beberapa pertanyan lagi yang kemudian muncul dari benak penulis dalam mengkaji sistem seperti apa yang mereka inginkan guna mengaplikasikan ideologi bangsa ini, yaitu:

Berawal dari, Seperti apa hukum yang berlaku di negara ini? Jawaban klasik yang akan mudah kita jawab adalah hukum Islam. Kemudian dari kajian hukum Islam tersebut mari kita pecah lagi kedalam beberapa pertanyaan. Bagaimana menyikapi hubungan perang persaingan kita dengan negara tetangga Malaysia? Apakah kemudian kita akan memotong tangan para penjarah wilayah negara ini (seperti contohnya yang sampai saat ini terjadi di kalimantan)? Apakah kita akan tetap mematuhi hukum internasional? Bukankah kita sudah menepikan hukum internasional ketika para orang yang merasa mujahidin ini merevolusi bangsa ini? Apakah berarti kita harus berperang lagi? Lalu darimana semangat berperang ini bisa muncul kalau saja negara ini baru saja revolusi ala bom bunuh diri yang banyak dikutuk banyak orang?  Mungkin saja jawabannya adalah paksaan, tapi muncul pertanyaan lagi, apa hukumnya membunuh saudara seiman…? Apa mungkin hukum Islam juga bisa berdamai dengan keadaan dengan mengalah kepada pencuri? Sedangkan para muhajidin latah ini melakukan tindakan latahnya ketika melihat pendudukan Amerika dengan mem-bom kesana kemari dan negara Malaysia sudah tidak mau diajak bicara sedari dulu.

Mari kita tinggalkan masalah hukum dan beralih ke masalah ekonomi ketika mujahidin latahan ini berhasil merevolusi bangsa ini. Jelas bahwa perdagangan akan mengacu pada hukum Islam. Tapi mari kita melihat sisi mikro dari hal ini. Mulai dari hal yang paling mudah, Islam mengutuk dengan sangat keras orang-orang yang tidak menafkahi anak yatim dan janda. Agak tergelak tawa dalam pikiran penulis tatkala pertanyaan ini muncul di kepala penulis. Mengapa ya, Noordin M top mengawini para perawan dan bukan para janda? Dan berapa jumlah anak angkat yatim yang diasuhnya? Hmmm… mari kita singkirkan manusia aneh itu, dan kembali kepada konteks pertanyaan sistem negara. Anggaplah negara ini adalah negara Islam, apa ganjarannya ketika masih ada pengemis-pengemis di jalanan? Apakah mampu pemimpinnya memberi makan 240 juta mensyarakat Indonesia yang sangat-sangat hobby dengan yang namanya makan? Apakah mungkin para tengkulak akan dipotong tangan karena menyiksa para petani? Lalu kenapa para mujahidin latahan itu tidak menindak orang-orang seperti tengkulak, distributor nakal, koruptor, dll? Kenapa mereka lebih tertarik untuk membom JW Marriot daripada membom kantor perusahaan-perusahaan minyak asing yang jelas-jelas mengeruk sumber daya kita? Atau mungkinkah para ahli bom dadakan itu akan juga menjadi tim ahli dalam penanganan kasus lumpur lapindo? Aneh…..

Yang terakhir dalam segi sosial, apakah mungkin para mujahidin latahan itu membangun masyarakat madaniah? Namun, mengapa mereka memulai dengan membom gereja pada malam natal? Karena konsep Madaniah adalah konsep sosial yang diwariskan Rasullah SAW. Masyarakat seperti apa yang mereka ingin bangun? Masayarakat perang? Masyarakat martir? Atau masyarakat ala asia tengah? Padahal buat apa revolusi jika melupakan komponen masyarakatnya itu sendiri. Konsepsi politik apa yang mau dibawa para mujahidin latahan itu? Kesultanan? Siapa yang akan menjadi pemimpin? Apakah ia siap bergelut dengan ganasnya hutan, comberan yang kotor, atau menyebrangi ganasnya ombak kepulauan Indonesia untuk melihat masih kah ada masyarakatnya yang kelaparan? Namun mengapa belum-belum mujahidin latahan ini malah mengorbankan banyak orang? Menciptakan anak-anak yatim piatu baru, membuat banyak bergelimpangannya janda? bagaimana dengan hubungan lintas agama? Apakah akan ada perang salib baru di negara ini?

Perjuangan demi berdirinya panji Islam bukan sebuah pekerjaan layaknya membuat kotak sampah. Islam adala agama yang multi disiplin dengan ilmu yang sangat besar. Sehingga kesalahan sedikit saja pada tafsir akan menjadikan ilmu baik akan terbuang menjadi kesesatan yang merugikan orang disekitarnya. Mungkin diantara para pembaca semua masih banyak pertanyaan yang muncul untuk para mujahidin abal-abal ini. Diamana mereka melupakan bahwa agamanya adalah rahmat bagi semesta alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar