Minggu, 20 Maret 2011

Mekarnya Cardinal de Richelieu

Ya... Saat ini  penulis duduk berjam-jam ditemani sebatang rokok, segelas kopi, dan alunan musik jazz — mencari inspirasi untuk menulis artikel mengenai psikopatik yang kejam, berdarah, dan mungkin unik (karena kalau menggunakan skala psikopatik yang ada dalam sebuah jurnal.. penulis sudah berada pada skala 4.. tapi tenang penulis tidak berminat dengan mayat :)...

harus jujur penulis akui jam demi jam itu terbuang percuma karena ada satu hal yang  selalu mengganggu pikiran ini. Di kepala ini penuh dengan warna “biru”...

Mungkin penikmat tulisan kopi kita perubahan semua akan menyindir penulis dengan menanyakan.. “hei !!! ada apa dengan maniak penulis analogi postmodern, kritik, yang kadang penceramah ngawur ini? Apakah dia sedang galau (sedikit meminjam istilah anak gaul zaman sekarang)? Apakah dia sedang mengawang? Atau dia sedang mabuk?” jawaban yang bisa penulis berikan adalah “ya.. saya sedang ngawur seperti biasanya... ya.. saya sedang memikirkan warna biru, dan ya.. saya sedang mabuk dengan warna biru dalam pikiran saya... yang jelas saya ingin mengacak-acak tulisan ini dengan pikiran saya..”

Biru.. bukan merah.. bukan hijau.. kuning.. ungu.. atau paradigma hitam putih. Biru yang terkadang banyak orang menganalogikan kiasannya sebagai warna kesedihan (feeling blue) atau warna apalah itu... tapi bagi penulis, biru adalah senyuman, keceriaan, dan kasih sayang. Seperti kita melihat lautan... seperti kita melihat langit yang cerah... seperti melihat warna biru itu sendiri... biru yang berarti kebahagiaan tersendiri bagi penulis, biru yang tidak pernah malu mengatakan bahwa ia sekarang berada disisi penulis, memandang mata penulis, memancarkan keindahan bidadari surga, dan bahkan sedikit membasahi kertas kosong ini dengan rasa senyumannya.. Bagai mawar biru Cardinal de Richelieu yang memanipulasi perasaan, persepsi, dan gairah seseorang akan indahnya jatuh cinta...

Gambar dikutip dari: http://rlv.zcache.com

2 komentar:

  1. kalau orang jawa mungkin nyebutnya kebatinan. betul gak sih.(ramudeng psikologi)

    BalasHapus